Kamis, 20 November 2014

Mungkin, Inilah Alasan Kenapa Mereka Membenci Jokowi Dan Ahok

Setelah era Soeharto 98, tiada lagi kekuatan politik dominan. Siapa pun yang berkuasa harus berbagi. Jika tidak, yang lain akan bersatu dan merongrong. Ketegasan dipelintir menjadi anti-demokrasi & HAM. Ormas sosial, agama pun diciptakan sebagai garda depan untuk order politik tanpa majikan harus turun tangan.

Jangan anda pikir Pemilihan Langsung adalah hasil perjuangan demokrasi parpol. Pemilihan Langsung adalah jalan tengah agar semua parpol tetap memiliki posisi tawar. Karena seperti tender pemerintahan, partai politik berkompetisi dengan aturan tak tertulis. Yang menang mendapat bagian terbesar namun yang kalah juga tetap dapat bagian. Jika ada yang tidak puas, serangan dan gosip mulai muncul sampai adanya kesepakatan/deal.

Ini terjadi karena tidak ada sosok yang bersih di elite politik. Masing-2 memegang kartu dosa yang lain. Bahkan untuk meredam gejolak sosial 250juta rakyat, pegawai negeri diperbanyak dan dimanjakan. Akibatnya dana yang harusnya dinikmati rakyat untuk pembangunan terpaksa dialokasikan untuk kepentingan berjemaah, dari yang besar sampai yang kecil. Hutang negara makin bertambah. Yang berani menaikkan BBM akan menanggung resiko popularitasnya akan jatuh.
Tokoh bersih yang muncul dan lewat tidak akan di-ijinkan masuk oleh sistem politik. Mereka hanyalah hiasan prestasi untuk menghibur rakyat. Jabatan pun tidak tinggi, jauh dari pusat kekuasaan dan dapat dihancurkan kapan saja. Lagipula, banyak yang hanya pencitraan untuk komoditas politik dengan nilai jual popularitas.

Tidak ada ceritanya sosok bersih mampu menerobos sistem politik Indonesia. Sampai sesuatu yang mustahil terjadi.

Seorang capres yang sebenarnya sudah no.1 di polling merasa galau. Karena sering menyaksikan akrobat politik, ia kuatir posisinya belum aman, apalagi catatan sejarah nya kelam. Dia harus melakukan sesuatu untuk menebus dan merebut hati rakyat saat Pilpres nanti. Cara yang dahsyat dan instan adalah mendatangkan superstar yang bisa merebut hati rakyat.

Dan mujizat itu pun terjadi. Seperti Indonesia Idol, tiba-tiba saja 2 putra terbaik bangsa muncul di panggung politik ibukota, pusat kekuasaan melewati semua filter politik yang ada. Tanpa capres tadi, mustahil mereka berdua dapat tampil.

Mengapa ini bisa terjadi? Mereka berdua dianggap ‘aman’. Jokowi adalah pengusaha, bukan sosok yang ambisius. Jangankan Presiden, untuk Gubernur Jateng saja PDIP tidak mendukungnya. Ahok apalagi. Triple minoritas Tionghoa-Kristen-Non.Jawa. Aman.
Jika kalah melawan koalisi raksasa di belakang Foke, rakyat yang tidak puas akan membalas dengan memilih capres tersebut di Pilpres nanti. Menang-kalah, sang capres tetap menang. Win-Win.

Ternyata Jokowi – Ahok menang. Rakyat Jakarta mencintai dua pemimpin baru ini. Sempurna. Semua berjalan sesuai rencana sang Capres. Hanya saja ternyata Jokowi – Ahok memiliki paduan keberanian, kecerdasan dan integritas yang sampai saat ini, tidak bisa dibeli. Kompak lagi berdua. Namun okelah, bisa apa sih dua orang melawan Pemprov Jakarta?

Para politikus Indonesia tidak sadar siapa yang mereka hadapi.
Jokowi dan Ahok ternyata kreatif dan cerdas. Mereka memiliki strategi yang tidak di-mengerti para politikus yang hanya tahu konspirasi dan mengatur proyek.

Keresahan mulai terjadi. Dapur, bobrok Pemprov DKI satu-persatu dibuka dan ditelanjangi. Dengan YouTube dan blusukan, pengaruh media politik tidak dapat lagi digunakan untuk menggiring opini. Keran yang deras berlimpah mulai macet. Ancaman mulai terlihat.
Seperti biasa, pasukan kegelapan pun diturunkan. Namun hasilnya luar biasa. Siapa pun yang menyerang Jokowi Ahok pasti dihabisi rakyat. Parpol pun dilema. Mau melawan, Pemilu sudah dekat. Jika melawan Jokowi-Ahok, popularitas akan turun dan lawan politik nya yang akan menikmati.

Dukungan rakyat makin tak terbendung. Beribu sukarelawan muncul, menjadi corong di seluruh negeri untuk harapan baru. Bagaimana mungkin melawan relawan tak berbayar alias gratis?

Pengaruh Jokowi-Ahok berkembang seperti virus. Jokowi-Ahok baru mulai bermunculan di daerah. Ditambah politikus yang ‘lebih bersih’ dengan jeli membaca situasi dan mengikuti gerbong. Tiba-tiba saja aturan permainan berubah. Terbalik. Parpol sekarang tidak powerful lagi. Pemilihan Langsung yang tadinya untuk berbagi kekuasaan menjadi ancaman mematikan.

Akhirnya tibalah saat itu. Megawati merestui Jokowi sebagai capres. Perhatikan saat beliau mengatakan perjalanan Jokowi adalah kehendak Ilahi.

Sebagai politikus berpengalaman, beliau sadar sekalipun ia mau belum tentu Jokowi yang bukan siapa-2 dapat diterima elite PDIP. Ini hanya dapat terjadi karena campur tangan Tuhan yang bekerja secara ajaib melalui… (ironisnya)#Prabowo .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar